Sewaktu Einstein ditawari menjadi presiden Israel, dengan tegas dia menolak, bahkan ketika utusan khusus pemerintah Israel datang kepadanya. Baginya jabatan bukanlah yang utama, pengabdian kepada kebenaran lah yang jauh lebih utama. Padahal dia bisa menjabat presiden tanpa perlu kampanye ataupun keluar uang, bahkan dia dibebaskan melakukan apapun yang dia suka termasuk tetap menggeluti fisika.
Dan dalam rangka pengabdian kepada kebenaran itulah Einstein juga menolak berdirinya negara Israel, bagi dia negara dalam lingkup nasionalisme adalah kebodohan belaka. Nasionalisme adalah penyakit kemanusiaan, Einstein konsisten dengan pendapatnya bahwa semua manusia itu sama, dan untuk itu yang perlu dibuat bukanlah negara baru tapi Perserikatan Bumi, dimana semua manusia berada dibawah perserikatan, dengan hak dan kewajiban yang sama.
Einstein tahu dengan pasti, bahwa bumi dengan manusianya bukanlah sesuatu yang istimewa di semesta ini, jadi keributan politik di bumi adalah lelucon belaka. Dia juga menolak tegas komunisme dimana hanya segelintir elit menjadi diktator atas kaum proletar. Di saat yang sama dia juga menolak kapitalisme dimana eksploitasi atas manusia terjadi sedemikian rupa. Einstein menginginkan sosialisme dimana hak-hak yang kurang beruntung dan terpinggirkan diperhatikan, namun di saat yang sama hak-hak individu untuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya juga dijunjung tinggi.
Tentu Einstein dicela oleh banyak orang, dari para kapitalis sampai komunis, dari Jerman sampai orang Yahudi teman-temannya sendiri. Tapi bagi dia , di atas segalanya adalah pengabdian kepada kebenaran. Jika kebenaran yang terbukti telah dipunyai, maka resiko apapun akan bisa dihadapi. Tentu kebenarannya Einstein adalah kebenaran sains, dimana dia menganggap agama hanyalah pola pikir kekanak-kanakan manusia.
Kini kita sudah melihat bahwa sosialisme demokratis adalah jalan terbaik politik, walaupun mayoritas masih belum sadar akan pentingnya perserikatan bumi dan belum meninggalkan kepercayaan semu agama dan fundamentalisme atheisme. Dan kebenaran terbukti, dengan fondasi sains yang kokoh, adalah kebenaran yang sejati, dan pijakan manusia dalam konstelasi kemanusiaannya.
Einstein adalah salah satu contoh manusia pemberani, melawan keinginan dirinya sendiri, tetap berpijak pada ilmu semesta yang diterapkan di bumi. Segala jabatan dan kekayaan dia tampik, demi meluruskan niat kemanusiaan untuk menjadikan bumi sebagai tempat tinggal bersama, untuk seluruh manusia, demi seluruh manusia, dan kalau perlu untuk semua makhluk semesta.
Suka · · Bagikan
205 orang menyukai ini.
28 berbagi
Harry Hariawan Izin share ya mas
29 November 2014 pukul 13:59 · Suka
Muhammad Amin monnggo
29 November 2014 pukul 14:00 · Suka · 2
Renaldo Christian Oley EINSTEIN adalah seorang HUMANIS SEJATI
29 November 2014 pukul 14:01 · Suka · 1
David Maradu Miduk Hutabarat Perserikatan bumi? Khilafah solusinya....
29 November 2014 pukul 14:02 · Suka · 1
Rudi Muliawan Khilafah solusinya...
29 November 2014 pukul 14:03 · Telah disunting · Suka
Michael Sianipar Kl jonru gmn om? Haaa
29 November 2014 pukul 14:04 · Suka
Miftakhul Huda Einstein kan playboy,takut dianya sama Golda Meir.
29 November 2014 pukul 14:06 · Suka
Muhammad Amin Ditipu kalian semua sama Jonru, semakin banyak yang benci dan baca tulisannya, semakin laris jasa iklan dia, kalian jadi korban hahahaha
29 November 2014 pukul 14:08 · Suka · 17
Daniel Ridhwana Sosialis nasionalis mungkin yah, kan udh dari jaman dulu indonesia pengennya begitu dgn dibentuknya pancasila. Sayang banyak salah tafsir dgn pancasila....ijin share ya om
29 November 2014 pukul 14:08 · Suka · 1
Trimurti Yoga Kundalini Blm pas Nasibnya saja.
Namaste.
29 November 2014 pukul 14:10 · Suka
Andrianto Magfi Nugroho Mas Amin, gimana yg kata Einstein kalo ilmu tanpa agama itu pincang?
29 November 2014 pukul 14:12 · Suka
Muhammad Amin itu harus dibaca keseluruhan pidatonya Einstein, dalam pidatonya Einstein bilang dia religius, religius dalam arti bahwa ilmu manusia tentang semesta itu terlalu sedikit sehingga mengagumi semesta dan segala kompleksitasnya, hanya dalam kerangka seperti itu dia religius. Dia sama sekali tdak percaya tuhan personal, yang ikut campur urusan manusia seperti Yesus, Allah, Yahweh , dan sejenisnya, makanya dia sebut agama2 samawi itu kekanak2an.
29 November 2014 pukul 14:14 · Suka · 5
Bangkit Susanto Hadinata Ak GILOOOOOO Mas Min ro Jonru. Tp akeh kancaku sing nge-like status statuse makane kerep metu ning LCDku
Bih!!
29 November 2014 pukul 14:15 · Suka · 2
Rani Rachmani Moediarta Suka banget, Min. Mewakili seluruh perasaanku tentang batas-batas ras. Aku percaya hanya ada satu ras di dunia ini: ras manusia. Dan kita ras manusia ini semua adalah anak segala bangsa dan Bumi ini.
Namaste!
29 November 2014 pukul 14:21 · Telah disunting · Suka · 5
Muhammad Amin jadi maksud sebenarnya Einstein adalah sains tanpa humbleness itu pincang, dan humbleness tanpa sains itu buta. Silahkan baca selengkapnya di buku The World as I see itu atau biografi Einstein oleh Isaacson
29 November 2014 pukul 14:16 · Suka · 7
Hakim Argadiraksa
Foto Hakim Argadiraksa.
29 November 2014 pukul 14:46 · Suka · 3
Amirul Amyr like....Lihat Terjemahan
29 November 2014 pukul 14:47 · Suka
Otto Rajasa syuperrsss sekali Min...Luv this...
Saya jg baca biografi einstein yg ditulis isaacson, einstein tak pernah berkata "pengetahuan tanpa agama itu pincang". Entahlah drmn itu datangnya...Sejak kecil gw dah denger kata2 itu...
29 November 2014 pukul 15:05 · Suka · 1
Marvel Darnabeli kwkwkwkwkw
29 November 2014 pukul 15:06 · Suka
Saifuloh Ahmad Mas min punya ebook lg selain agama yakrislam dan ziarah ke makam tuhan?dua buku itu menarik. Pm me ya kalo ada lagi selain dua diatas. epulusi@gmail.com
Thx!
29 November 2014 pukul 15:20 · Suka
Fresty Boesya Layonda Kan bagus kayak gini statusnya bg Aminn, walo cuma opini saya share yaa
29 November 2014 pukul 15:33 · Telah disunting · Suka · 1
Thomas Haw Sains itu ok, tp dia mesti dibarengi dg hati yg baik dan sambung-rasa kemanusiaan; ketiganya berkolaborasi utk bisa sampai pada pemikiran ala Einstein ini. Dan sains juga sudah memetakan praktek utk pelatihan ketiganya - krn pemikiran logis, pengetahuan saintifik, sambung-rasa kemanusiaan dan hati yg baik, bukan sesuatu yg statis dr awalnya, tp merupakan fungsi-fungsi otak yg bisa dilatih dan dikembangkan. Memegang sains secara logika saja - kek abg yg baru tahu atheisme - bisa kacau balau. Misalnya sains bisa menjadi justifikasi atas superioritas ras tertentu, kepemimpinan oleh sekelompok elit, dll - ya, krn sains juga tahu bahwa orang itu tdk 'terciptakan' sama: sama kuat, sama cerdas, sama cerdik, dst.
29 November 2014 pukul 16:06 · Suka · 1
Fachrudin Fachni makin kentara kalau m. amin ini atheis kaffah...pantas nggak sreg dg pemikirannya..yg kayak begini membahayakan akidah...lihat aja pemikirannya sepertinya universal tapi sempit banget...
29 November 2014 pukul 16:09 · Suka · 1
Muhammad Amin Sains juga sudah meletakkan dasar ilmu untuk empati antar makhluk lewat reciprocal altruism and pure altruism, dalam biologi entitas harus bekerjasama untuk survive. Bagi Einstein sendiri, rasa empati itu muncul dari humbleness atas fakta semesta yang begitu kompleks dan manusia hanyalah setitik debu tak berharga.
29 November 2014 pukul 16:13 · Suka · 1
Muhammad Amin Fachrudin ini baca status ini ga sih, Einstein itu bukan atheis, kalau menganggap saya atheis juga salah besar, sudah berulang kali saya bilang saya bukan atheis hahahaha
29 November 2014 pukul 16:14 · Suka · 4
Retno Pembayun nabi einstein....sampai kini namanya dikenal semua orang...TETAPI YG IKUTI pandangan hidupnya..NYARIS TIDAK ADA
29 November 2014 pukul 16:15 · Suka · 1
Koes Komo di alam barzah Einstein tidak jawab menjawab ketika ditanya manrobuka.
29 November 2014 pukul 16:19 · Suka
Ahza Mhd Sains yang paling bermanfaat dalam hidup ini ketika manusia dalam koridor ilmu,-cara -tahu-gerak/hidup.tentu nilai sains adalah dalam kebaikan.
29 November 2014 pukul 16:39 · Suka
M Z Arifin Umar Einstein manusia biasa, bisa benar, bisa salah. Tauhiid standar utama yg benar.
29 November 2014 pukul 16:47 · Suka
Stefanus Angga Hehe..ga semuanya bs paham tulisan mas Amin ternyata..
29 November 2014 pukul 16:57 · Suka · 1
Thomas Haw Secara sains modern, altruisme, kerja sama, empati dan aspek-aspek batin positif lainnya; dg jauh lebih tajam lagi dipelajari secara detail lewat berbagai eksperimen psikologi dan neurosains. Aspek batin positif spt bersyukur, hubungan sosial dan detailnya spt gestur, sentuhan, nada suara, praktek kebaikan random, rekonsiliasi sosial spt science of forgiveness, lalu self compassion, flow in action, mindfulness, dst - semuanya diformulasikan utk bisa diaplikasikan dalam dunia nyata. Orang tidak harus memahami fisika relativitas, fisika kuantum, atau menjadi ahli astronomi spt Carl Sagan dan Neil deGrasse Tyson utk bisa memahami dan menumbuhkan semua aspek batin yg baik itu. Faktanya, itu semua sudah ada sepanjang sejarah evolusi manusia.
29 November 2014 pukul 17:15 · Suka · 2
Thomas Haw Toh, sejarah juga memperlihatkan saintis yg sedemikian berhati pengasih.
Carl Sagan bisa membuat putri kecilnya merasakan makna ketakjuban keberadaannya sbg manusia saat menjelaskan ttg kefanaan hidup pada putrinya yg masih SD. 'Kamu terbuat dari bintang-bintang, demikian ucapan terkenal ayah saya', kenang Sasha Sagan,'dan ia membuat saya merasa seperti itu'. Einstein sendiri mengirimkan surat pada rabi Yahudi kenalannya yg mengalami kematian anak remajanya, kalimat dlm surat ini, yg lalu sering dikutip di media internet: "A human being is a part of the whole, called by us "Universe", a part limited in time and space. He experiences himself, his thoughts and feelings as something separated from the rest — a kind of optical delusion of his consciousness. This delusion is a kind of prison for us, restricting us to our personal desires and to affection for a few persons nearest to us. Our task must be to free ourselves from this prison by widening our circle of compassion to embrace all living creatures and the whole of nature in its beauty. Nobody is able to achieve this completely, but the striving for such achievement is in itself a part of the liberation and a foundation for inner security."
29 November 2014 pukul 17:20 · Suka · 7
Thomas Haw Contohnya.. Misalnya penelitian ttg rekonsiliasi sosial, dimana saintis mempelajari gestur 'pemalu': menghindari kontak mata, senyum memperlihatkan gigi, serta membungkukkan badan - adalah ciri-ciri non-agresifitas, non-kekerasan - unsur utama rekonsiliasi atau berdamai. Beda gestur yg sifatnya agresif: tatapan langsung ke mata, dada dibusungkan, tanpa-senyum. Nah, dari situ kan bisa menilai suatu momen berjudul rekonsiliasi, dimana seseorang yg membalas gestur hormat militer dg membungkukkan badan, tatapannya menghindar, dan senyumnya memperlihatkan gigi - sbg ciri rekonsiliator sejati.
29 November 2014 pukul 22:19 · Telah disunting · Suka
Akmal Husada pemikiran einsten cukup bisa saya terima dan berharap memang itu yang terjadi,, cuman ada satu informasi yang belum pasti oleh saya tentang einsten seorang nabi atau bukan,,,
29 November 2014 pukul 18:41 · Suka
Bela Kusumah Amin ya RobilAlamiiiin..bro..
29 November 2014 pukul 19:51 · Suka
Thomas Haw Soal manusia dg segala intrik ras, suku, agama, dll. Itu juga kaitannya dg 'hardware' manusia itu sendiri. Oxytocin, hormon khas spesies mamalia yg ada pada manusia, yg bertanggung jawab membuat ikatan kekeluargaan dan kelompok; di sisi lain juga bertanggung jawab pada rasa kecurigaan dan antipati pada yg dianggap bukan anggota kelompoknya. Di sisi lain, fungsi pengenalan wajah pada manusia juga 'rasis': makanya non-Cina kesulitan membedakan antara si mata sipit yg satu dg lainnya. Atau membedakan ras bule, Arab, India yg satu dg lainnya... sistem kerja sama kelompok-kelompok pada manusia itu kaitannya dg keberadaannya sbg mamalia, yg berkembang-biak dg sistem kelompok sendiri-sendiri; jadi ada persaingan satu dg lainnya. Sistem 'perang' antar kelompok inilah yg dijabarkan pada sistem politik, negara, ekonomi, sosial, budaya, dst. Kalau manusia berevolusi dari spesies semut dan bukan mamalia, misalnya, mungkin dunianya akan jauh berbeda. Sama rata sama rasa sama rupa semua, kerja sama utk kepentingan kelompok, tiada ego dan kepentingannya, tiada sistem perbedaan dan persaingan politik, ekonomi, sosial, budaya, dst.. tidak ada dorongan utk 'eksis' di FB, tdk ada penghargaan, perlombaan, persaingan dlm bentuk apapun, misalnya. Tidak ada persaingan ini, bukan disebabkan krn alasan falsafiah (hasil pemikiran/perenungan, keyakinan, atau pendidikan), namun krn sudah 'hard-wired' di sistem otak, hormon, dan keberadaannya. Jadi, falsafah sains kemanusiaan itu dasarnya adalah mendidik melihat kesamaan sbg spesies: kesamaan dr 'arti kehidupannya' yaitu perasaan sama-sama ingin bahagia, sama-sama tak mau menderita - tak peduli rasnya apa. Dari falsafah ini, diformulasikan 'jalan tengah' spy semuanya bisa diakomodasi secara optimal. Maka sampai hari ini, masih diingat silver-rule dr Konfusius (jangan perbuat pd sesama, apa yg kamu tdk ingin diperbuat orang padamu) dan golden-rule dr Yesus (perbuatlah pd sesama, apa yg kamu ingin diperbuat orang padamu).
29 November 2014 pukul 20:46 · Telah disunting · Suka · 1
Dipa Kamaruzzaman Sosrodihardjo fans mu tambah Min Muhammad Amin
Foto Dipa Kamaruzzaman Sosrodihardjo.
29 November 2014 pukul 20:41 · Suka
Devita Utami Sy pingin bgt memperdalam islam yg bener bener islam bukan yg islamnya sebatas mengkafirkan org yg idolanya semacam jonru itu . krn sy yakin agama ini indah tp knp ya mas Amin ditengah kehausan sy ingin belajar tapiiii bnyak keraguan pada capability dan keikhlasan ustadz skrg. Klo ad yg ceramah malah sy jd apatis, kecuali beberapa tokoh agama sperti caknun dan gusmus.... krn mrk tidak mengajari utk membeci org, dan berpikiran luas. Baca status status mas amin membwa sy pada suatu kehati hatian yg amat dlm menerima ilmu ktk ad org berkoar koar ttg islam. In your point of view what kind of source I should take to really understand about this religion not just Islam in surface sy ingin ngrasain apa bner2 rahmatan lil alamin
29 November 2014 pukul 21:48 · Suka · 10
Thomas Haw Kalau sudah meraba 'dunia lain' spt Einstein ini, semua sistem yg ada di dunia ini tidaklah hebat-hebat amat. Spt contoh alam 'manusia-semut' vs alam 'manusia-mamalia' di atas - terlihat bhw sistem yg ada di alam 'manusia-mamalia' itu sebenarnya cuma e...Lihat Selengkapnya
29 November 2014 pukul 23:28 · Telah disunting · Suka · 3
Ketut Mahayana Ijin shareLihat Terjemahan
1 Desember 2014 pukul 20:11 · Suka
Inda Suhendra Mas AMin itu bukan atheis, tapi kritikus agama (terutama terhadap –yang ngaku-ngaku–agama langit) hahahaha
2 Desember 2014 pukul 8:42 · Suka
Vastu Kayhan kapan israel nawari jadi presiden?
Dan dalam rangka pengabdian kepada kebenaran itulah Einstein juga menolak berdirinya negara Israel, bagi dia negara dalam lingkup nasionalisme adalah kebodohan belaka. Nasionalisme adalah penyakit kemanusiaan, Einstein konsisten dengan pendapatnya bahwa semua manusia itu sama, dan untuk itu yang perlu dibuat bukanlah negara baru tapi Perserikatan Bumi, dimana semua manusia berada dibawah perserikatan, dengan hak dan kewajiban yang sama.
Einstein tahu dengan pasti, bahwa bumi dengan manusianya bukanlah sesuatu yang istimewa di semesta ini, jadi keributan politik di bumi adalah lelucon belaka. Dia juga menolak tegas komunisme dimana hanya segelintir elit menjadi diktator atas kaum proletar. Di saat yang sama dia juga menolak kapitalisme dimana eksploitasi atas manusia terjadi sedemikian rupa. Einstein menginginkan sosialisme dimana hak-hak yang kurang beruntung dan terpinggirkan diperhatikan, namun di saat yang sama hak-hak individu untuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya juga dijunjung tinggi.
Tentu Einstein dicela oleh banyak orang, dari para kapitalis sampai komunis, dari Jerman sampai orang Yahudi teman-temannya sendiri. Tapi bagi dia , di atas segalanya adalah pengabdian kepada kebenaran. Jika kebenaran yang terbukti telah dipunyai, maka resiko apapun akan bisa dihadapi. Tentu kebenarannya Einstein adalah kebenaran sains, dimana dia menganggap agama hanyalah pola pikir kekanak-kanakan manusia.
Kini kita sudah melihat bahwa sosialisme demokratis adalah jalan terbaik politik, walaupun mayoritas masih belum sadar akan pentingnya perserikatan bumi dan belum meninggalkan kepercayaan semu agama dan fundamentalisme atheisme. Dan kebenaran terbukti, dengan fondasi sains yang kokoh, adalah kebenaran yang sejati, dan pijakan manusia dalam konstelasi kemanusiaannya.
Einstein adalah salah satu contoh manusia pemberani, melawan keinginan dirinya sendiri, tetap berpijak pada ilmu semesta yang diterapkan di bumi. Segala jabatan dan kekayaan dia tampik, demi meluruskan niat kemanusiaan untuk menjadikan bumi sebagai tempat tinggal bersama, untuk seluruh manusia, demi seluruh manusia, dan kalau perlu untuk semua makhluk semesta.
Suka · · Bagikan
205 orang menyukai ini.
28 berbagi
Harry Hariawan Izin share ya mas
29 November 2014 pukul 13:59 · Suka
Muhammad Amin monnggo
29 November 2014 pukul 14:00 · Suka · 2
Renaldo Christian Oley EINSTEIN adalah seorang HUMANIS SEJATI
29 November 2014 pukul 14:01 · Suka · 1
David Maradu Miduk Hutabarat Perserikatan bumi? Khilafah solusinya....
29 November 2014 pukul 14:02 · Suka · 1
Rudi Muliawan Khilafah solusinya...
29 November 2014 pukul 14:03 · Telah disunting · Suka
Michael Sianipar Kl jonru gmn om? Haaa
29 November 2014 pukul 14:04 · Suka
Miftakhul Huda Einstein kan playboy,takut dianya sama Golda Meir.
29 November 2014 pukul 14:06 · Suka
Muhammad Amin Ditipu kalian semua sama Jonru, semakin banyak yang benci dan baca tulisannya, semakin laris jasa iklan dia, kalian jadi korban hahahaha
29 November 2014 pukul 14:08 · Suka · 17
Daniel Ridhwana Sosialis nasionalis mungkin yah, kan udh dari jaman dulu indonesia pengennya begitu dgn dibentuknya pancasila. Sayang banyak salah tafsir dgn pancasila....ijin share ya om
29 November 2014 pukul 14:08 · Suka · 1
Trimurti Yoga Kundalini Blm pas Nasibnya saja.
Namaste.
29 November 2014 pukul 14:10 · Suka
Andrianto Magfi Nugroho Mas Amin, gimana yg kata Einstein kalo ilmu tanpa agama itu pincang?
29 November 2014 pukul 14:12 · Suka
Muhammad Amin itu harus dibaca keseluruhan pidatonya Einstein, dalam pidatonya Einstein bilang dia religius, religius dalam arti bahwa ilmu manusia tentang semesta itu terlalu sedikit sehingga mengagumi semesta dan segala kompleksitasnya, hanya dalam kerangka seperti itu dia religius. Dia sama sekali tdak percaya tuhan personal, yang ikut campur urusan manusia seperti Yesus, Allah, Yahweh , dan sejenisnya, makanya dia sebut agama2 samawi itu kekanak2an.
29 November 2014 pukul 14:14 · Suka · 5
Bangkit Susanto Hadinata Ak GILOOOOOO Mas Min ro Jonru. Tp akeh kancaku sing nge-like status statuse makane kerep metu ning LCDku
Bih!!
29 November 2014 pukul 14:15 · Suka · 2
Rani Rachmani Moediarta Suka banget, Min. Mewakili seluruh perasaanku tentang batas-batas ras. Aku percaya hanya ada satu ras di dunia ini: ras manusia. Dan kita ras manusia ini semua adalah anak segala bangsa dan Bumi ini.
Namaste!
29 November 2014 pukul 14:21 · Telah disunting · Suka · 5
Muhammad Amin jadi maksud sebenarnya Einstein adalah sains tanpa humbleness itu pincang, dan humbleness tanpa sains itu buta. Silahkan baca selengkapnya di buku The World as I see itu atau biografi Einstein oleh Isaacson
29 November 2014 pukul 14:16 · Suka · 7
Hakim Argadiraksa
Foto Hakim Argadiraksa.
29 November 2014 pukul 14:46 · Suka · 3
Amirul Amyr like....Lihat Terjemahan
29 November 2014 pukul 14:47 · Suka
Otto Rajasa syuperrsss sekali Min...Luv this...
Saya jg baca biografi einstein yg ditulis isaacson, einstein tak pernah berkata "pengetahuan tanpa agama itu pincang". Entahlah drmn itu datangnya...Sejak kecil gw dah denger kata2 itu...
29 November 2014 pukul 15:05 · Suka · 1
Marvel Darnabeli kwkwkwkwkw
29 November 2014 pukul 15:06 · Suka
Saifuloh Ahmad Mas min punya ebook lg selain agama yakrislam dan ziarah ke makam tuhan?dua buku itu menarik. Pm me ya kalo ada lagi selain dua diatas. epulusi@gmail.com
Thx!
29 November 2014 pukul 15:20 · Suka
Fresty Boesya Layonda Kan bagus kayak gini statusnya bg Aminn, walo cuma opini saya share yaa
29 November 2014 pukul 15:33 · Telah disunting · Suka · 1
Thomas Haw Sains itu ok, tp dia mesti dibarengi dg hati yg baik dan sambung-rasa kemanusiaan; ketiganya berkolaborasi utk bisa sampai pada pemikiran ala Einstein ini. Dan sains juga sudah memetakan praktek utk pelatihan ketiganya - krn pemikiran logis, pengetahuan saintifik, sambung-rasa kemanusiaan dan hati yg baik, bukan sesuatu yg statis dr awalnya, tp merupakan fungsi-fungsi otak yg bisa dilatih dan dikembangkan. Memegang sains secara logika saja - kek abg yg baru tahu atheisme - bisa kacau balau. Misalnya sains bisa menjadi justifikasi atas superioritas ras tertentu, kepemimpinan oleh sekelompok elit, dll - ya, krn sains juga tahu bahwa orang itu tdk 'terciptakan' sama: sama kuat, sama cerdas, sama cerdik, dst.
29 November 2014 pukul 16:06 · Suka · 1
Fachrudin Fachni makin kentara kalau m. amin ini atheis kaffah...pantas nggak sreg dg pemikirannya..yg kayak begini membahayakan akidah...lihat aja pemikirannya sepertinya universal tapi sempit banget...
29 November 2014 pukul 16:09 · Suka · 1
Muhammad Amin Sains juga sudah meletakkan dasar ilmu untuk empati antar makhluk lewat reciprocal altruism and pure altruism, dalam biologi entitas harus bekerjasama untuk survive. Bagi Einstein sendiri, rasa empati itu muncul dari humbleness atas fakta semesta yang begitu kompleks dan manusia hanyalah setitik debu tak berharga.
29 November 2014 pukul 16:13 · Suka · 1
Muhammad Amin Fachrudin ini baca status ini ga sih, Einstein itu bukan atheis, kalau menganggap saya atheis juga salah besar, sudah berulang kali saya bilang saya bukan atheis hahahaha
29 November 2014 pukul 16:14 · Suka · 4
Retno Pembayun nabi einstein....sampai kini namanya dikenal semua orang...TETAPI YG IKUTI pandangan hidupnya..NYARIS TIDAK ADA
29 November 2014 pukul 16:15 · Suka · 1
Koes Komo di alam barzah Einstein tidak jawab menjawab ketika ditanya manrobuka.
29 November 2014 pukul 16:19 · Suka
Ahza Mhd Sains yang paling bermanfaat dalam hidup ini ketika manusia dalam koridor ilmu,-cara -tahu-gerak/hidup.tentu nilai sains adalah dalam kebaikan.
29 November 2014 pukul 16:39 · Suka
M Z Arifin Umar Einstein manusia biasa, bisa benar, bisa salah. Tauhiid standar utama yg benar.
29 November 2014 pukul 16:47 · Suka
Stefanus Angga Hehe..ga semuanya bs paham tulisan mas Amin ternyata..
29 November 2014 pukul 16:57 · Suka · 1
Thomas Haw Secara sains modern, altruisme, kerja sama, empati dan aspek-aspek batin positif lainnya; dg jauh lebih tajam lagi dipelajari secara detail lewat berbagai eksperimen psikologi dan neurosains. Aspek batin positif spt bersyukur, hubungan sosial dan detailnya spt gestur, sentuhan, nada suara, praktek kebaikan random, rekonsiliasi sosial spt science of forgiveness, lalu self compassion, flow in action, mindfulness, dst - semuanya diformulasikan utk bisa diaplikasikan dalam dunia nyata. Orang tidak harus memahami fisika relativitas, fisika kuantum, atau menjadi ahli astronomi spt Carl Sagan dan Neil deGrasse Tyson utk bisa memahami dan menumbuhkan semua aspek batin yg baik itu. Faktanya, itu semua sudah ada sepanjang sejarah evolusi manusia.
29 November 2014 pukul 17:15 · Suka · 2
Thomas Haw Toh, sejarah juga memperlihatkan saintis yg sedemikian berhati pengasih.
Carl Sagan bisa membuat putri kecilnya merasakan makna ketakjuban keberadaannya sbg manusia saat menjelaskan ttg kefanaan hidup pada putrinya yg masih SD. 'Kamu terbuat dari bintang-bintang, demikian ucapan terkenal ayah saya', kenang Sasha Sagan,'dan ia membuat saya merasa seperti itu'. Einstein sendiri mengirimkan surat pada rabi Yahudi kenalannya yg mengalami kematian anak remajanya, kalimat dlm surat ini, yg lalu sering dikutip di media internet: "A human being is a part of the whole, called by us "Universe", a part limited in time and space. He experiences himself, his thoughts and feelings as something separated from the rest — a kind of optical delusion of his consciousness. This delusion is a kind of prison for us, restricting us to our personal desires and to affection for a few persons nearest to us. Our task must be to free ourselves from this prison by widening our circle of compassion to embrace all living creatures and the whole of nature in its beauty. Nobody is able to achieve this completely, but the striving for such achievement is in itself a part of the liberation and a foundation for inner security."
29 November 2014 pukul 17:20 · Suka · 7
Thomas Haw Contohnya.. Misalnya penelitian ttg rekonsiliasi sosial, dimana saintis mempelajari gestur 'pemalu': menghindari kontak mata, senyum memperlihatkan gigi, serta membungkukkan badan - adalah ciri-ciri non-agresifitas, non-kekerasan - unsur utama rekonsiliasi atau berdamai. Beda gestur yg sifatnya agresif: tatapan langsung ke mata, dada dibusungkan, tanpa-senyum. Nah, dari situ kan bisa menilai suatu momen berjudul rekonsiliasi, dimana seseorang yg membalas gestur hormat militer dg membungkukkan badan, tatapannya menghindar, dan senyumnya memperlihatkan gigi - sbg ciri rekonsiliator sejati.
29 November 2014 pukul 22:19 · Telah disunting · Suka
Akmal Husada pemikiran einsten cukup bisa saya terima dan berharap memang itu yang terjadi,, cuman ada satu informasi yang belum pasti oleh saya tentang einsten seorang nabi atau bukan,,,
29 November 2014 pukul 18:41 · Suka
Bela Kusumah Amin ya RobilAlamiiiin..bro..
29 November 2014 pukul 19:51 · Suka
Thomas Haw Soal manusia dg segala intrik ras, suku, agama, dll. Itu juga kaitannya dg 'hardware' manusia itu sendiri. Oxytocin, hormon khas spesies mamalia yg ada pada manusia, yg bertanggung jawab membuat ikatan kekeluargaan dan kelompok; di sisi lain juga bertanggung jawab pada rasa kecurigaan dan antipati pada yg dianggap bukan anggota kelompoknya. Di sisi lain, fungsi pengenalan wajah pada manusia juga 'rasis': makanya non-Cina kesulitan membedakan antara si mata sipit yg satu dg lainnya. Atau membedakan ras bule, Arab, India yg satu dg lainnya... sistem kerja sama kelompok-kelompok pada manusia itu kaitannya dg keberadaannya sbg mamalia, yg berkembang-biak dg sistem kelompok sendiri-sendiri; jadi ada persaingan satu dg lainnya. Sistem 'perang' antar kelompok inilah yg dijabarkan pada sistem politik, negara, ekonomi, sosial, budaya, dst. Kalau manusia berevolusi dari spesies semut dan bukan mamalia, misalnya, mungkin dunianya akan jauh berbeda. Sama rata sama rasa sama rupa semua, kerja sama utk kepentingan kelompok, tiada ego dan kepentingannya, tiada sistem perbedaan dan persaingan politik, ekonomi, sosial, budaya, dst.. tidak ada dorongan utk 'eksis' di FB, tdk ada penghargaan, perlombaan, persaingan dlm bentuk apapun, misalnya. Tidak ada persaingan ini, bukan disebabkan krn alasan falsafiah (hasil pemikiran/perenungan, keyakinan, atau pendidikan), namun krn sudah 'hard-wired' di sistem otak, hormon, dan keberadaannya. Jadi, falsafah sains kemanusiaan itu dasarnya adalah mendidik melihat kesamaan sbg spesies: kesamaan dr 'arti kehidupannya' yaitu perasaan sama-sama ingin bahagia, sama-sama tak mau menderita - tak peduli rasnya apa. Dari falsafah ini, diformulasikan 'jalan tengah' spy semuanya bisa diakomodasi secara optimal. Maka sampai hari ini, masih diingat silver-rule dr Konfusius (jangan perbuat pd sesama, apa yg kamu tdk ingin diperbuat orang padamu) dan golden-rule dr Yesus (perbuatlah pd sesama, apa yg kamu ingin diperbuat orang padamu).
29 November 2014 pukul 20:46 · Telah disunting · Suka · 1
Dipa Kamaruzzaman Sosrodihardjo fans mu tambah Min Muhammad Amin
Foto Dipa Kamaruzzaman Sosrodihardjo.
29 November 2014 pukul 20:41 · Suka
Devita Utami Sy pingin bgt memperdalam islam yg bener bener islam bukan yg islamnya sebatas mengkafirkan org yg idolanya semacam jonru itu . krn sy yakin agama ini indah tp knp ya mas Amin ditengah kehausan sy ingin belajar tapiiii bnyak keraguan pada capability dan keikhlasan ustadz skrg. Klo ad yg ceramah malah sy jd apatis, kecuali beberapa tokoh agama sperti caknun dan gusmus.... krn mrk tidak mengajari utk membeci org, dan berpikiran luas. Baca status status mas amin membwa sy pada suatu kehati hatian yg amat dlm menerima ilmu ktk ad org berkoar koar ttg islam. In your point of view what kind of source I should take to really understand about this religion not just Islam in surface sy ingin ngrasain apa bner2 rahmatan lil alamin
29 November 2014 pukul 21:48 · Suka · 10
Thomas Haw Kalau sudah meraba 'dunia lain' spt Einstein ini, semua sistem yg ada di dunia ini tidaklah hebat-hebat amat. Spt contoh alam 'manusia-semut' vs alam 'manusia-mamalia' di atas - terlihat bhw sistem yg ada di alam 'manusia-mamalia' itu sebenarnya cuma e...Lihat Selengkapnya
29 November 2014 pukul 23:28 · Telah disunting · Suka · 3
Ketut Mahayana Ijin shareLihat Terjemahan
1 Desember 2014 pukul 20:11 · Suka
Inda Suhendra Mas AMin itu bukan atheis, tapi kritikus agama (terutama terhadap –yang ngaku-ngaku–agama langit) hahahaha
2 Desember 2014 pukul 8:42 · Suka
Vastu Kayhan kapan israel nawari jadi presiden?
No comments:
Post a Comment