Monday, 5 January 2015

Di Indonesia, manusia miskin masih sangat banyak. Apalagi di kota-kota besar, kaum miskin kota berserakan di seluruh penjuru.

Di Indonesia, manusia miskin masih sangat banyak. Apalagi di kota-kota besar, kaum miskin kota berserakan di seluruh penjuru. Negara belum bisa menyejahterakan mereka, walaupun saya optimis pelan namun pasti negara akan memperhatikan mereka.
Saya sangat jarang ngopi-ngopi di Starbucks atau di mall-mall kecuali kalau ketemu dengan temen, kalau saya sedang sendiri , menu makan saya selalu warteg dan minum seadanya, kesukaan saya adalah jus buah 5 ribuan di Bandung atau 10 ribuan di Jakarta.
Namun ketika bertemu dengan nenek-nenek yang berjualan hingga malam hari atau ibu-ibu pemulung yang mukanya hitam mengkilat, saya usahakan memberi setidaknya 20 ribu. Saya hampir tidak pernah memberi pengemis, karena saya tahu banyak di antara mereka cuma malas bekerja.
Bukan berarti pula saya dermawan, saya hanya kagum atas perjuangan para wanita-wanita tangguh yang berpeluh berdarah menghidupi keluarganya, teringat persis perjuangan ibu saya ketika saya masih kecil bekerja dari pagi hari hingga pagi hari lagi. Kalau bapak bekerja keras, biasanya sebagian hasilnya ada sedikit buat bersenang-senang, minimal buat rokok. Tapi para wanita-wanita pahlawan ini, jangankan rokok, makan pun mereka mengalah demi anaknya dan keluarganya.
Kepada merekalah kita harus membantu walaupun sedikit, yang punya kekuatan jiwa untuk tidak mengemis, berdagang apapun dan memulung apapun, di tengah terik mentari dan derasnya hujan. Belilah dagangan mereka walau kita tidak butuh, hanya untuk sekedar alasan untuk memberi mereka sedikit bantuan agar mereka tidak malu diberi uang tanpa berbuat apa-apa. Uang 20 ribu atau bahkan 10 ribu tidak ada apa-apanya buat kaum menengah dan berpendidikan di kota besar, bahkan harga kopi Starbucks pun lebih mahal dari itu. Tapi uang itu akan sangat berharga bagi mereka, sebagaimana saya pernah melihat ibu pemulung dan anaknya yang hanya membeli sayur seribu rupiah di warteg karena tidak mampu membeli nasi dan lauk lainnya.
Jika anda semua para kaum menengah dan berpendidikan berempati kepada mereka, niscaya kemanusiaan akan terasa lebih indah adanya. Negara memang belum mampu merawat rakyatnya, tapi sesama manusia kita harus merawat kemanusiaan kita. Sedikit saja empati kita adalah kebahagiaan besar buat mereka. Karena sebesar-besar kebahagiaan adalah ketika kita bisa membuat manusia lain bahagia.
Suka · ·

No comments:

Post a Comment